Wajar rasanya jika ada sebagian orang yang tersinggung dengan iklan jamu tolak angin yang dibintangi Sophia Latjuba dan Renald Khasali, bagaimana tidak, pada iklan tersebut Shopia Latjuba mengatakan "orang pintar, minum tolak angin". Bagaimana dengan orang yang tidak meminum jamu tersebut?, apakah mereka yang tidak meminum tolak angin bukan orang pintar?. Namun begitulah dunia periklanan, sesuatu yang kontroversial terkadang lebih mengena di hati masyarakat, seperti goyang "nge-bor"-nya Inul Daratista misalnya.
Namun, kontroversialkah saya jika saya mengambil judul tulisan ini dengan "SmartPhone for Smart People" (Ponsel Pintar untuk Orang Pintar)??. Ya, memang begitu kenyataannya, sebuah ponsel yang memiliki kemampuan setara sebuah Komputer PC yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan kita, ditujukan bagi "Smart People". Makna dari Smart People disini bukanlah seorang yang jenius atau seorang pakar seperti seorang Rhenald Kasali misalnya, namun lebih memiliki makna "orang yang memiliki kemauan untuk mempelajari", "keinginan untuk selalu tahu caranya" atau dalam istilah Bahasa Sunda "ngulik" sehingga (dalam hal ini) kemampuan fungsi dari sebuah Smart Phone bisa lebih optimal.
Sebuah SmartPhone tentu lebih memiliki banyak fungsi dan fitur dibanding dengan ponsel konvensional biasa, sehingga kita memerlukan sedikit waktu untuk mempelajarinya, melakukan 'trial and error' serta 'learning by doing' dengan perangkat ini.
Jangankan untuk mengetahui fungsi-fungsi SmartPhone, untuk membaca manual book sebuah ponsel konvensional saja terkadang kita malas, sehingga fungsi-fungsi yang seharusnya bisa lebih dimanfaatkan jadi terabaikan. Seperti contoh adalah fungsi tombol volume disisi kiri pada ponsel Ericsson T10s/18s/T28s, sebenarnya dapat digunakan untuk mempercepat pengetikan huruf, contoh lainnya adalah kelebihan dari fungsi SMS yang dapat digunakan untuk mengirim e-mail ke PC, saya yakin, masih sedikit diantara pengguna ponsel kita yang tahu bagaimana menggunakan fasilitas SMS untuk mengirim e-mail ini.
Jelasnya SmartPhone adalah sebuah konvergensi digital antara Ponsel dan PDA (Personal Digital Assisstant) namun menempatkan fungsi ponsel sebagai kegunaan utamanya dan PDA sebagai fungsi yang kedua, berbeda dengan XDA (eXtended Digital Assistant) atau WDA (Wireless Digital Assistant) yang menempatkan fungsi PDA sebagai fungsi utamanya dan fungsi ponsel sebagai fungsi yang kedua. Sebuah SmartPhone itu ibarat sebuah kantor yang dapat kita bawa kemana-mana (mobile), sebuah perangkat yang memiliki konsep "Pocketable PC", komputer yang bisa dikantongi, dan nyaris dapat mengerjakan semua fungsi "Office" serta hiburan didalamnya.
Jika kehadiran PDA, PocketPC dan SmartPhone saat ini mewarnai konsep "Pocketable PC", dimasa datang (dalam waktu yang tidak lama lagi) kita akan menemukan konsep "Wearable PC" dimana sebuah komputer bukan lagi disimpan diatas meja atau dimasukkan kedalam saku, namun kita kenakan sebagai aksesoris/perhiasan di tubuh kita, sebuah perangkat komputasi dan komunikasi yang di-konverjensi-kan dengan aksesori/perhiasan yang biasa kita pakai sehari-hari seperti misalnya jam tangan, kacamata, jaket, gelang atau kalung, Jadi jangan heran dan jangan tersinggung jika ada iklan yang berbunyi "Smart Glasses for Smart People".[Q]
I’m an indie blogger, tech geek and ordiary novice user. I might teach you something, I might tell you a cool story, or I might just make you laugh. Follow my Twitter and Instagram @rosgani
Thursday, May 29, 2003
Friday, May 23, 2003
Me and MyPDA on "Bis Umum"
Pernahkah Anda berada pada posisi 'urgent' atau berada pada posisi 'time critical'?, dimana kita benar-benar dikejar oleh deadline sebuah tugas seperti membuat laporan, naskah atau makalah misalnya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk men-diskriditkan seseorang atau unsur kesombongan, namun hanya untuk menjelaskan bagaimana sebuah perangkat kecil yang bernama PDA (Personal Digital Assistant) dapat membantu mempermudah pekerjaan kita.... Begini ceritanya....
Ini pengalaman pribadi saya ketika beberapa hari lalu hendak pergi ke tempat kerja menggunakan bis umum, maklum saya hanya pegawai kecil yang belum mampu memiliki kendaraan sendiri.
Di tengah perjalanan, bis yang saya tumpangi berhenti untuk mengangkut seorang penumpang yang tampak tergesa-gesa, sepertinya dia seorang mahasiswa. Kebetulan dia duduk didepan kursi saya, dia membawa banyak buku, kertas fotocopy-an dan catatan, jangan salah sangka kalau saya memperhatikan dia, tapi sikapnya itu yang menarik perhatian saya, dia terlihat sibuk membuka buku dan catatannya, sesekali dia menuliskan sesuatu pada bukunya namun karena laju bis terganggu karena keadaan jalan yang tidak begitu baik membuat aktivitas menulisnya terganggu, menulis dalam mobil memang membuat tulisan kita tidak rapih, jadi menyon-menyon atau bahkan corat-coret karena goyangan mobil yang berjalan.
Ketika itu ponsel saya bergetar tanda ada panggilan masuk, saya memang sengaja tidak mengaktifkan ringtone tapi hanya mengaktifkan fungsi getar saja pada ponsel saya jika saya sedang berada dalam kendaraan umum atau di tempat-tempat umum lainnya. Yang menelepon itu ternyata rekan kerja saya, dia menyuruh saya untuk segera membuat soal untuk ujian besok.
Setelah menjawab telepon tadi, saya merogoh PDA dari saku kemeja sementara saya lihat mahasiswa tadi masih sibuk dengan tugas dan aktivitas menulisnya yang terganggu karena goyangan mobil yang kami tumpangi.
Saya mengeluarkan PDA dari saku kemeja dan mulai membuat soal dengan bantuan perangkat tersebut, menulis soal dengan bantuan stylus pen tanpa takut tulisan saya menyon-menyon karena goyangan mobil, saya juga melihat bahasan terakhir untuk pelajaran yang saya ajarkan pada mahasiswa saya cukup dengan menyentuhkan pena stylus pada permukaan layar PDA tanpa harus membuka buku catatan atau buku paket yang tebal, setelah selesai membuat soal saya langsung membuat form nilai untuk daftar mahasiswa saya, dan semuanya itu dilakukan dalam bis umum yang sedang melaju, karena semua catatan, buku, dan data mahasiswa yang saya perlukan sudah ada dalam sebuah perangkat kecil yang bisa dimasukkan kedalam saku kemeja, ya itu tadi, sebuah PDA. Semua data yang saya buat tadi sudah siap untuk dicetak jika saya sudah sampai ditempat kerja nanti.
Dan jangan sangka kalau saya menggunakan PDA atau PocketPC yang harganya mahal, saya hanya menggunakan sebuah PDA yang berharga tidak lebih dari setengah juta rupiah namun memiliki kemampuan yang handal dan dapat memenuhi semua kebutuhan saya.
Saya melihat pada mahasiswa tadi yang masih sibuk dengan buku dan catatannya, dalam hati saya berkata "Kaciaaaaaaan deh lo". [Q]
Tulisan ini tidak bermaksud untuk men-diskriditkan seseorang atau unsur kesombongan, namun hanya untuk menjelaskan bagaimana sebuah perangkat kecil yang bernama PDA (Personal Digital Assistant) dapat membantu mempermudah pekerjaan kita.... Begini ceritanya....
Ini pengalaman pribadi saya ketika beberapa hari lalu hendak pergi ke tempat kerja menggunakan bis umum, maklum saya hanya pegawai kecil yang belum mampu memiliki kendaraan sendiri.
Di tengah perjalanan, bis yang saya tumpangi berhenti untuk mengangkut seorang penumpang yang tampak tergesa-gesa, sepertinya dia seorang mahasiswa. Kebetulan dia duduk didepan kursi saya, dia membawa banyak buku, kertas fotocopy-an dan catatan, jangan salah sangka kalau saya memperhatikan dia, tapi sikapnya itu yang menarik perhatian saya, dia terlihat sibuk membuka buku dan catatannya, sesekali dia menuliskan sesuatu pada bukunya namun karena laju bis terganggu karena keadaan jalan yang tidak begitu baik membuat aktivitas menulisnya terganggu, menulis dalam mobil memang membuat tulisan kita tidak rapih, jadi menyon-menyon atau bahkan corat-coret karena goyangan mobil yang berjalan.
Ketika itu ponsel saya bergetar tanda ada panggilan masuk, saya memang sengaja tidak mengaktifkan ringtone tapi hanya mengaktifkan fungsi getar saja pada ponsel saya jika saya sedang berada dalam kendaraan umum atau di tempat-tempat umum lainnya. Yang menelepon itu ternyata rekan kerja saya, dia menyuruh saya untuk segera membuat soal untuk ujian besok.
Setelah menjawab telepon tadi, saya merogoh PDA dari saku kemeja sementara saya lihat mahasiswa tadi masih sibuk dengan tugas dan aktivitas menulisnya yang terganggu karena goyangan mobil yang kami tumpangi.
Saya mengeluarkan PDA dari saku kemeja dan mulai membuat soal dengan bantuan perangkat tersebut, menulis soal dengan bantuan stylus pen tanpa takut tulisan saya menyon-menyon karena goyangan mobil, saya juga melihat bahasan terakhir untuk pelajaran yang saya ajarkan pada mahasiswa saya cukup dengan menyentuhkan pena stylus pada permukaan layar PDA tanpa harus membuka buku catatan atau buku paket yang tebal, setelah selesai membuat soal saya langsung membuat form nilai untuk daftar mahasiswa saya, dan semuanya itu dilakukan dalam bis umum yang sedang melaju, karena semua catatan, buku, dan data mahasiswa yang saya perlukan sudah ada dalam sebuah perangkat kecil yang bisa dimasukkan kedalam saku kemeja, ya itu tadi, sebuah PDA. Semua data yang saya buat tadi sudah siap untuk dicetak jika saya sudah sampai ditempat kerja nanti.
Dan jangan sangka kalau saya menggunakan PDA atau PocketPC yang harganya mahal, saya hanya menggunakan sebuah PDA yang berharga tidak lebih dari setengah juta rupiah namun memiliki kemampuan yang handal dan dapat memenuhi semua kebutuhan saya.
Saya melihat pada mahasiswa tadi yang masih sibuk dengan buku dan catatannya, dalam hati saya berkata "Kaciaaaaaaan deh lo". [Q]
Sunday, May 18, 2003
Fenomena Apple Newton
Ketika Apple Computers memperkenalkan produk terbarunya sekitar 13 tahun lalu bernama Apple Newton, banyak orang yang merasakan kalau Apple Newton merupakan sebuah produk masa depan. Dan memang, Apple Newton merupakan sebuah produk yang sangat futuristik dan sangat kental dengan masa depan.
Kalau menilik kembali ke produk Apple Newton, harus diakui kalau Steve Jobs dan teman-temannya di Apple Computers memiliki sebuah visi yang mendalam dan meluas ke masa depan. Sebagai sebuah konsep dan produk, tidak ada yang salah dengan Apple Newton. Ketidakberhasilan Apple Newton untuk diserap oleh konsumen, lebih merupakan akibat tidak siapnya masyarakat untuk menggunakan dan memanfaatkan Apple Newton.
Apple Newton adalah sebuah produk yang mendahului zamannya, sebuah fenomena yang tidak ada presedennya bahkan sampai sekarang ini. Padahal, kalau kita berselancar di toko-toko komputer dan elektronik di belahan mana saja di dunia, konsep Personal Digital Assistant (PDA) yang kita kenal melalui produk Apple Newton tadi, sekarang ini menjadi barang yang tersebar luas dengan minat yang setara seperti umumnya orang tertarik dengan Discman, kamera digital, jam tangan, MP3 player atau alat-alat tulis sejenis Mont Blanc.
Komputer genggam atau lazim dengan sebutan PDA ini, terdiri dari berbagai merek dan model, mulai Ipaq buatan Compaq, Jornada buatan Hewlett Packard, Workpad buatan IBM, Clie buatan Sony, Cassiopeia buatan Casio, dan berbagai merek lainnya. Yang menarik, Apple Computers yang memikirkan konsep PDA secara meluas dan mendalam malah belum memberikan "keturunan" bagi generasi Apple Newton-nya.
Pertanyaan yang kemudian muncul dari "mewabah"-nya berbagai ragam PDA ini adalah apa sebenarnya yang mendorong tersebar dan meluasnya perangkat ini? Apakah perangkat PDA ini akan sama pengaruhnya dengan ponsel yang bisa melebihi jumlah fixed line, di mana pada suatu titik tertentu akan mampu untuk melebihi keberadaan komputer PC yang sekarang jumlahnya mencapai sekitar 500 juta unit.
Ini memang menjadi sebuah fenomena menarik, karena kemajuan teknologi PDA memang sangat pesat dibanding ketika Apple Newton pertama kali muncul. Kecepatan prosesor, sistem operasi yang atraktif maupun lebih stabil, program aplikasi yang semakin banyak dan mudah diperoleh, konverjensi ke berbagai peralatan teknologi lainnya, semua ini menjadi faktor pemacu dan sekaligus pemicu perkembangan pesat PDA sekarang ini menjadi komoditas yang digemari.
Lihat saja di pasaran sekarang ini, banyak ragam PDA yang ditawarkan dengan label harga yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki keunggulan, kelebihan, ketangguhan, dan bahkan kelemahannya sendiri-sendiri. Di sisi lain, dalam satu-dua tahun terakhir ini kita menyaksikan bagaimana para pemain industri PDA ini menggenjot terus-menerus produknya untuk memperluas pangsa pasar secara maksimum.
Dari pengalaman menggunakan beragam jenis PDA mulai dari Apple Newton sampai Graffiti buatan Hewlett Packard atau dari Ipaq buatan Compaq sampai Workpad 505 buatan IBM, semua perangkat PDA ini memberikan sebuah gradasi pengalaman dan penggunaan berbeda yang belum menunjukkan sebuah titik pemberhentian seperti pengalaman kita dalam menggunakan komputer PC maupun komputer notebook atau laptop dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.[Q]
Kalau menilik kembali ke produk Apple Newton, harus diakui kalau Steve Jobs dan teman-temannya di Apple Computers memiliki sebuah visi yang mendalam dan meluas ke masa depan. Sebagai sebuah konsep dan produk, tidak ada yang salah dengan Apple Newton. Ketidakberhasilan Apple Newton untuk diserap oleh konsumen, lebih merupakan akibat tidak siapnya masyarakat untuk menggunakan dan memanfaatkan Apple Newton.
Apple Newton adalah sebuah produk yang mendahului zamannya, sebuah fenomena yang tidak ada presedennya bahkan sampai sekarang ini. Padahal, kalau kita berselancar di toko-toko komputer dan elektronik di belahan mana saja di dunia, konsep Personal Digital Assistant (PDA) yang kita kenal melalui produk Apple Newton tadi, sekarang ini menjadi barang yang tersebar luas dengan minat yang setara seperti umumnya orang tertarik dengan Discman, kamera digital, jam tangan, MP3 player atau alat-alat tulis sejenis Mont Blanc.
Komputer genggam atau lazim dengan sebutan PDA ini, terdiri dari berbagai merek dan model, mulai Ipaq buatan Compaq, Jornada buatan Hewlett Packard, Workpad buatan IBM, Clie buatan Sony, Cassiopeia buatan Casio, dan berbagai merek lainnya. Yang menarik, Apple Computers yang memikirkan konsep PDA secara meluas dan mendalam malah belum memberikan "keturunan" bagi generasi Apple Newton-nya.
Pertanyaan yang kemudian muncul dari "mewabah"-nya berbagai ragam PDA ini adalah apa sebenarnya yang mendorong tersebar dan meluasnya perangkat ini? Apakah perangkat PDA ini akan sama pengaruhnya dengan ponsel yang bisa melebihi jumlah fixed line, di mana pada suatu titik tertentu akan mampu untuk melebihi keberadaan komputer PC yang sekarang jumlahnya mencapai sekitar 500 juta unit.
Ini memang menjadi sebuah fenomena menarik, karena kemajuan teknologi PDA memang sangat pesat dibanding ketika Apple Newton pertama kali muncul. Kecepatan prosesor, sistem operasi yang atraktif maupun lebih stabil, program aplikasi yang semakin banyak dan mudah diperoleh, konverjensi ke berbagai peralatan teknologi lainnya, semua ini menjadi faktor pemacu dan sekaligus pemicu perkembangan pesat PDA sekarang ini menjadi komoditas yang digemari.
Lihat saja di pasaran sekarang ini, banyak ragam PDA yang ditawarkan dengan label harga yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki keunggulan, kelebihan, ketangguhan, dan bahkan kelemahannya sendiri-sendiri. Di sisi lain, dalam satu-dua tahun terakhir ini kita menyaksikan bagaimana para pemain industri PDA ini menggenjot terus-menerus produknya untuk memperluas pangsa pasar secara maksimum.
Dari pengalaman menggunakan beragam jenis PDA mulai dari Apple Newton sampai Graffiti buatan Hewlett Packard atau dari Ipaq buatan Compaq sampai Workpad 505 buatan IBM, semua perangkat PDA ini memberikan sebuah gradasi pengalaman dan penggunaan berbeda yang belum menunjukkan sebuah titik pemberhentian seperti pengalaman kita dalam menggunakan komputer PC maupun komputer notebook atau laptop dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.[Q]
Subscribe to:
Posts (Atom)