Free Bitcoin

Get Free Bitcoin Here

Monday, November 04, 2013

Dahan Study Club, "istana ilmu" di pelosok kota Subang.



Setiap anak adalah harapan bangsa, namun tidak sedikit anak-anak yang terabaikan oleh orang tuanya karena faktor-faktor tertentu. Ada seorang wanita lulusan sebuah Sekolah Tinggi di Subang yang telah mengabdikan dirinya untuk membantu anak-anak disekitarnya untuk memberikan pendidikan agar anak-anak dilingkungannya menjadi lebih mandiri, percaya diri dan lebih optimis menghadapi kehidupan.

Hari Minggu 3 November 2013, saya bertolak bersama kawan-kawan dari BloggerSubang untuk bertemu dengan seorang wanita bernama Dini Puspiyanti kelahiran Temanggung 25 Juni 1985, yang sejak kecil telah ikut orang tuanya menetap di sebuah desa bernama Kadalangan, Kecamatan Purwadadi Kabupaten Subang.

Semangatnya untuk memberikan pendidikan dan pengajaran untuk anak-anak di desanya begitu besar hingga dia rela meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan memilih untuk membuka sendiri kelompok belajar di rumahnya.


Teh Dini

Pada tahun 2006, Teh Dini demikian ia dipanggil, mulai merintis kelompok belajar di rumah peninggalan kakeknya, awal mulanya ia hanya mengajarkan bahasa Inggris namun kemudian dia lebih memberikan pelajaran tentang tatakrama, kepribadian dan juga semua pegetahuan tentang segala hal termasuk beribadah. Saat ini ada sekitar 50 anak yang belajar disana. Rumah warisan dari kakeknya itu dia jadikan ruang belajar, dan juga perpustakaan sederhana yang bukunya bisa dipinjam oleh siapa saja, tidak hanya untuk anak didiknya.

Sebuah tempat belajar itu telah diberinama Dahan Study Club, nama itu dipilih oleh anak-anak didik ditempat itu yang diambil dari salah satu tokoh di film Korea namun ternyata Dahan juga bisa menjadi sebuah arti sebuah tempat dimana daun tumbuh dan untuk selanjutnya menjadi buah.

"Saya melihat bahwa di lingkungan kami ada banyak anak yang broken home, saya mengajak mereka untuk tidak murung dan mengajak untuk meraih cita-cita dan mimpinya" ujar Dini. Tujuh tahun lalu, wanita yang juga penyuka seni dan hobby menulis ini awalnya hanya memberikan pelajaran tambahan untuk pelajaran Bahasa Inggris di rumahnya, namun beberapa anak didiknya ternyata memiliki beban psikologis yang cukup berat karena keadaan orang tuanya, "ada beberapa anak yang ditinggal oleh Ibunya karena Ibunya berangkat ke luar negeri menjadi TKW, ada juga beberapa anak yang orang tuanya bercerai dan harus mendapatkan ayah tiri sehingga anak tersebut merasa terpukul dengan kehadiran orang asing di rumahnya". ungkap Dini.

Melihat kondisi-kondisi seperti ini Dini akhirnya memiliki inisiatif untuk memberikan pendidikan lebih untuk mereka tidak hanya melulu pelajaran Bahasa Inggris, namun lebih dari itu, anak-anak yang belajar di tempatnya diberi pengetahuan tentang berbagai hal terutama cara bergaul dan beribadah serta bagaimana menghormati orang tua. "Hal pertama yang saya berikan adalah bagaimana mereka menghormati orang tua, karena orang tua adalah pembuka jalan bagi kesuksesan kita" ujarnya.

Dia mengajak anak-anaknya untuk melihat sebuah permasalah yang ada merupakan sebuah peristiwa, namun mereka juga diberi pengertian tentang bagaimana menyikapi peristiwa tersebut hingga tidak menjadikan anak-anak itu lebih buruk.

Menariknya, tempat belajarnya seringkali menjadi tempat sharing diantara anak-anak, Dini juga menceritakan bahwa ada salah satu anak yang merasa kecewa dengan ibunya karena baru saja menikah lagi, dan salah satu anak lain yang juga mengalami hal yang sama mengingatkan dan memberikan pengalamannya bahwa ternyata memiliki ayah baru itu tidak seburuk yang kita pikirkan, anak-anak didiknya juga telah terbiasa saling bantu dan tolong menolong.

"Salah satu contoh lain adalah ketika kami mendapati salah satu siswa baru yang tidak memiliki kain sarung untuk sembahyang, beberapa orang anak telah secara diam-diam melihat kondisi rumah teman barunya itu yang memang cukup memprihatinkan lalu menceritakan kepada teman-temanya tentang kondisi rumah teman barunya itu, tanpa saya suruh mereka saweran mengumpulkan uang untuk membelikan kain sarung untuk teman barunya itu, walaupun jumlahnya mungkin tidak banyak namun diantara mereka telah memiliki rasa keberasamaan dan membuat saya bangga pada mereka, dan semua itu di-komando-i oleh seorang anak perempuan yang masih duduk di kelas 6 SD" ujarnya Dini dengan nada haru.

Tidak hanya melulu belajar, di tempat itu Dini juga mengajak anaknya untuk mencintai alam dan belajar bagaimana utuk bercocok tanam, jika musim hujan tiba, anak-anak diajak untuk berkebun di pekarangan rumahnya, "anak-anak juga sering kami ajak camping disekitar sini, dan kami mengawalinya dengan tanpa uang sepeserpun, semua biaya camping didapat dari hasil berjualan dari karya anak-anak itu sendiri" jelas Dini, "Saya pernah mencoba memberikan teori bagaimana cara menggambar pada anak-anak, walau saat itu saya tidak bisa menggambar namun saya mencoba untuk mempelajarinya dan gambar hasil karya anak-anak itu dijual kepada teman-teman disekolahnya, uangnya dikumupulkan untuk membeli kebutuhan untuk acara camping tersebut", jelas Dini.

Lalu dia juga menjelaskan "Disini kami tidak ingin memanjakan anak-anak untuk dengan mudahnya meminta uang kepada orang tua mereka, karena untuk mendapatkan uang itu tidak mudah dan semua itu butuh proses, kami disini selalu mengajarkan sebuah proses karena tidak ada suatu hal yang bisa didapat langsung secara instant, dan Alhamdulillah ternyata anak-anak bisa mengerti". ujar Dini.

Sejak awal tempat itu didirkan, Dini memang tidak mematok berapa biaya yang harus dibayar oleh siswanya, "kami menggunakan subsidi silang karena sebagian anak yang mampu membayar lebih besar dananya kami gunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang lainnya, biaya pungutan saat ini variatif antara Rp. 20 ribu hingga Rp. 50 ribu itu pun kebanyakan dari mereka ada yang tidak bayar atau bayarnya beberapa bulan sekali, tapi tidak apa-apa toh Allah selalu memberi jalan untuk kami" ujar Dini.

Kebanyakan anak-anak yang menjadi peserta didiknya adalah mereka yang masih duduk di bangku sekolah, mulai dari kelas 1 SD sampai dengan SMA kelas 3, yang sudah kelas 3 SMA adalah merupakan siswa lama dan kini telah menjadi kakak kelas bagi adik-adiknya yang baru bergabung. "Mereka telah seperti anak saya, mereka juga telah banyak memberikan inspirasi dan semangat bagi saya" ungkapnya dengan bangga.

Dini juga sering mengajak orang tua murid untuk berkomunikasi dan sharing tentang bagaimana sikap anak-anak didiknya di rumah, "Alhamdulillah, kebanyakan dari mereka telah banyak yang berubah menjadi lebih baik".

Dalam beberapa kali kesempatan, ditempat itu Dini mengajak anak didiknya untuk melakukan sungkeman dan mencuci kaki  orang tuanya masing-masing, dilanjutkan dengan saling menyuapi antara anak dan orang tua. "Hal ini kami lakukan agar hubungan mereka dengan orang tua semakin dekat, saya ingin mereka lebih dekat dan lebih menyayangi serta menghormati orang tuanya".

"Cara belajar kami memang berbeda" ujar Dini, "saya ingin anak-anak tidak hanya memiliki kemampuan akademis, karena itu kami sering melakukan pembelajaran dengan cara kami yang tidak didapat di sekolah, terkadang kami mengajak anak-anak untuk datang ke tempat-tempat seperti rumah sakit, pasar, bank dan super market agar mereka tahu apa saja yang dilakukan orang-orang ditempat itu", "saya ajak mereka untuk melihat bagaimana cara menabung, dan mengambil uang menggunakan ATM, saya juga mengajak anak-anak untuk mengetahui bagaimana cara berbelanja dan memilih barang serta melakukan pembayaran di Super Market, beberapa anak bahkan ada yang takut naik tangga berjalan namun semua itu saya ajarkan" ujarnya.

Proses pembelajaran itu tidak semua diberikan pada semua anak, namun sebelumnya Dini memberikan pertanyaan dan yang berhasil menjawab pertanyaan atau mengerjakan soal lebih dulu, dialah yang diajak untuk pergi ke tempat-tenmpat tadi.

Usahanya dalam mendirikan tempat itu tidak berjalan mulus, beberapa tetangganya bahkan mencemoohnya, kebanyakan dari mereka meragukan kemampuannya untuk melakukan hal tersebut, namun semua itu tak diindahkan oleh Dini, hingga akhirnya dia bisa membuktikan pada semuanya bahwa anak-anak didiknya mampu lebih berprestasi.

Salah satu anak didiknya bernama Fajar Meiyanti atau akrab dipanggil Memey telah berhasil menjuarai lomba menulis dan puisi yang diadakan di Subang, Puisinya yang berjudul "Negeri Menjelang Senja" telah mencuri perhatian juri hingga membawanya menjadi juara pertama.

"Saya tidak mengharuskan dia (Memey) untuk menjadi juara, ajang itu hanya sebagai pengalaman saja, terutama ini adalah perlombaan pertama yang diikuti Memey, namun hasil ini bisa memberikan contoh positif dan memberikan semangat baru bagi teman-teman lainnya" jelas Dini.

Sebagai informasi tambahan, Memey juga menjadi siswa teladan di sekolahnya, padahal dulunya dia tidak pernah masuk rangking, namun sejak SMP hingga SMA Memey selalu masuk rangking 3 besar. Memey juga adalah satu-satunya anak didiknya yang di-skors (atau mereka menyebutnya dengan istilah D.O.) oleh Dini karena selalu melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang, pesimis dan tidak memiliki semangat, "Karena itu Memey pernah saya acuhkan selama hampir satu tahun hingga akhirnya dia bisa berubah dan setelah itu sikapnya berubah total dan kini Memey bisa menunjukan pada teman-temannya bahwa dia memang telah berubah dan prestasinya makin meningkat."
Dahan Study Club

Untuk saat ini tempat belajar itu memang belum dilegalkan, apalagi mendapat kucuran dana dari pemerintah, walaupun sudah ada beberapa pejabat setempat yang menawarkan hal tersebut namun Dini masih belum mau menerima bantuan hanya atas dasar kasihan, "saya hanya ingin diberi reward dari apa yang kami lakukan dan bukan karena kasihan,  apalagi jika itu didapat secara instant, biarkan kami tetap seperti ini yang penting kami bisa memberikan hal positif bagi anak-anak disekitar sini". Namun begitu, anak-anak didiknya telah merasa nyaman untuk belajar bersama di tempat itu, setiap malam minggu atau hari libur sebagian anak kerap menginap di tempat itu, malamnya mereka masak nasi liwet lalu makan bersama, melakukan pengajian dan shalat bersama.

"Ada kebanggaan tersendiri ketika melihat Meli, anak didik saya yang masih duduk di kelas 6 SD sudah memimpin sholat tahajud berjamaah dan terkadang kami saling membangunkan untuk shalat malam, jika mereka tidak menginap, mereka membangunkan saya via SMS atau sebaliknya" jelas Dini.

Inilah kisah yang menurut saya inspiratif tentang mereka yang berjuang untuk lingkungan sosialnya. Semua dilakukan demi masa depan anak-anak negeri ini. salam hormat saya untuk Teh Dini dan semua siswa-siswi di Dahan Studi Club sebagai "istana ilmu" bagi mereka!

====

NB: Bagi teman-teman pembaca yang memiliki buku/majalah bekas yang layak untuk dibaca oleh anak SD, SMP dan SMA bisa di-donasikan untuk menambah koleksi buku di Perpustakaan Dahan Study Club. Silahkan hubungi saya via e-mail : rosgani [at] gmail [dot] com
Perpustakaan Dahan Study Club
Salah satu gambar hasil karya anak-anak

Mereka penerus negeri ini.

Foto oleh Budiana Yusuf - @budianayusuf




3 comments:

Unknown said...

udah 8tahun yang lalu aja ya min. Terimakasih banyak Min Dahan ada dalam jejak teknologi

Anonymous said...

find here gucci replica next replica designer bags wholesale my site Ysl replica bags

nydu said...

check these guys out Web Site click here for more find out additional reading websites