Masih segar dalam ingatan kita, ketika empat perusahaan raksasa produsen ponsel yakni Ericsson, Motorola, Nokia dan Siemens beberapa tahun lalu bersepakat untuk membangun sebuah standarisasi teknologi baru yang bernama W@P (Wireless Application Protocol), dimana pengguna ponsel dapat mengakses informasi bahkan melakukan transaksi hanya dari sebuah ponsel atau perangkat genggam seperti PDA (personal digital assisstant) dimana saja secara mobile. Sayangnya teknologi W@P yang pada saat itu sebelumnya sudah diramalkan bakal mendominasi pengguna fixed Internet namun pada kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya, hal itu terjadi karena adanya beberapa faktor, yang menurut saya diantaranya adalah:
* Teknologi W@P saat itu diusung oleh jaringan GSM sebagai infrastruktur pembawa datanya yang notabene masih kurang sempurna untuk dapat melayani kebutuhan akses data yang semakin hari semakin meningkat. Lambatnya proses loading membuat kebanyakan pengguna merasa kesal sebelum data ditampilkan dilayar ponselnya, karena secara teori kemampuan modem ponsel pada saat itu hanya memiliki kecepatan 9,6 Kbps.
* Mahalnya akses membuat kebanyakan orang enggan untuk menggunakan teknologi W@P tersebut, belum lagi kemampuan akses data yang lambat tadi, karena lamanya waktu akses berbanding lurus dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Sementara jika menggunakan akses Internet lewat sebuah PC biayanya jauh lebih murah dengan akses yang lebih cepat.
* Tidak adanya operator seluler pada saat itu yang menambahkan kemampuan fasilitas W@P pada simcard pelanggannya, kalaupun ada pelanggan harus bermigrasi terlebih dahulu ke jenis prabayar padahal pasar potensial saat itu ada pada pengguna kartu pascabayar.
* Tidak adanya killer aplication yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat pada umumnya, informasi masih dibuat hanya bagi pengguna tertentu (spesifik), saat itu informasi yang ditawarkan masih sangat sederhana, seperti informasi cuaca, kurs mata uang, jadwal penerbangan atau kereta api misalnya.
* Tidak adanya content provider di Indonesia pada saat itu yang benar-benar berkomitmen untuk menyediakan content atau service yang benar-benar berbobot, seperti yang ditawarkan oleh Vindigo Wireless Service misalnya.
* Kebanyakan pengguna pada saat itu, selalu membandingkan akses W@P dengan akses Internet pada PC, jelaslah hal ini tidak relevan, saat itu keberadaan ponsel dengan layar warna masih berupa prototype, ponsel dengan layar lebarpun masih sangat terbatas jumlahnya, apalagi penggunaan memory yang besar, bahkan ponsel yang memiliki slot memory tambahan-pun belum diciptakan.
Namun setidaknya ide awal penciptaan teknologi W@P merupakan sebuah gagasan yang brilian, sama seperti halnya gagasan pembuatan PDA pertama yang dibuat oleh Apple dengan nama Apple Newton yang kini sudah mulai dilupakan keberadaanya atau kalau kita melihat jauh kebelakang, ada seorang yang bernama Graham Bell yang membuat bagaimana orang dapat berkomunikasi satu sama lain secara real time walau mereka dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh. Paling tidak semua itu mungkin merupakan tahap awal dari perkembangan suatu proses yang akan masih terus berlanjut.
SAAT INI kita sudah berada pada kondisi dimana ponsel tidak lagi sebagai alat komunikasi voice dan SMS semata, namun lebih dari itu, beberapa fitur dan fungsi lain sudah banyak dicangkokan kedalamnya, seperti layar warna, kemampuan komputasi, kamera digital, MP3Player, voice recorder, Internet, video player hingga senjata pistol-pun sudah berkonvergensi kedalam sebuah ponsel yang dapat kita masukkan kedalam saku kita.
Kemunculan teknologi GPRS (General Packet Radio Service) dan CDMA (code division multiple access) membawa angin segar bagi mereka pengguna W@P dan pengguna komunikasi data, jika sebelumnya mereka harus mengeluarkan biaya akses W@P dengan HSCSD (high speed circuit switch data) per satuan waktu, namun kini dengan GPRS biaya akses W@P yang dikeluarkan berbanding lurus dengan data yang didapat, sehingga layanan dengan metode "pay-per-view" ini terkesan lebih "fair-play".
Koneksi wireless pun saat ini tidak terbatas pada perangkat ponsel saja namun juga pada perangkat PDA. PDA yang dulu hanya difungsikan tidak lebih dari sekedar organizer elektronik saja, kini PDA sudah berubah menjelma menjadi sebuah komputer saku (PocketPC) yang nyaris serba bisa. Sebuah PocketPC yang ber-konvergensi dengan sebuah ponsel melahirkan sebuah produk inovatif yang banyak diminati oleh para "road warrior", hal ini juga melahirkan lahan bisnis baru atau bisnis ikutan yang muncul di sektor "content provider". Detik.com dan Astaga.com adalah sedikit contoh perusahaan yang mulai mengembangkan sayapnya dan melirik sektor ini. Kehadiran content provider ini didukung pula oleh infrastruktur jaringan yang lebih relevan dan lebih stabil untuk melakukan proses pertukaran data via jalur nirkabel ini yakni CDMA tadi.
Kemampuan fitur dari sebuah perangkat genggam elektronik saat ini kian canggih dan nyaris sempurna, kemampuan untuk dapat mengakses dunia maya lewat ponsel maupun PDA tidak terbatas hanya pada data .WML saja namun dengan program minibrowser yang dijejalkan kedalamnya membuat perangkat genggam ini dapat mengakses data ber-type .HTML, .XML bahkan video sama seperti halnya pada PC, sehingga lebih memudahkan bagi para content provider atau web developer untuk membuat materi hanya satu kali saja baik untuk versi web maupun versi W@P.
Namun akankah keberadaan teknologi W@P saat ini sukses?, atau mungkin malah sebaliknya, sama seperti ketika apa yang terjadi dengan W@P di masa lalu?, mungkinkah era Internet digantikan dengan era mobile, seperti yang pernah diungkapkan oleh para pakar sebelumnya?. Di dunia yang serba canggih dan moderen ini semuanya bisa saja terjadi namun tegantung bagaimana kita menyikapinya.[Q]
I’m an indie blogger, tech geek and ordiary novice user. I might teach you something, I might tell you a cool story, or I might just make you laugh. Follow my Twitter and Instagram @rosgani
Tuesday, December 30, 2003
Wednesday, December 17, 2003
Inovasi Konvergensi Digital
Akhir tahun 2003 mungkin merupakan waktu untuk berkompetisi bagi beberapa produsen perangkat genggam, paling tidak itu menurut saya, bagaimana tidak, dalam waktu yang hampir bersamaan beberapa produsen perangkat genggam seakan berlomba untuk mengeluarkan produk baru, sebut saja Palm yang kini merger dengan Handspring mengeluarkan tiga seri produk barunya, Tungsten T3,W dan Zire71, begitu juga PDA Sony dengan seri Clie-nya, dijajaran PocketPC ada Dell yang meluncurkan dua seri terbarunya Axim X5, produsen lain seperti Mitac yang mengeluarkan dua seri Mio-nya, sementara produsen HP dan Compaq juga melahirkan beberapa seri iPaq terbarunya, untuk jajaran smartphone ada Treo600 buatan Handspring, O2 XDA seri II, tidak ketinggalan produsen ponsel dunia seperti SonyEricsson, Nokia, Siemens, Motorola, Samsung, Sendo yang juga meluncurkan produk smartphones-nya ke pasaran.
Para operator selulerpun tak mau ketinggalan, saat ini para operator seluler di Indonesia mulai menambahkan layanan tambahan untuk para pelanggannya atau sering kita dengar dengan istilah "Value Added Service", contohnya informasi yang bisa diakses melalui SMS seperti halnya informasi jalur mudik saat lebaran kemarin misalnya. Selain itu muncul pula operator seluler baru yang bernama Mobile 8 yang meluncurkan produk Fren, acara launching-nya disiarkan langsung oleh tiga stasiun televisi swasta dan dimeriahkan oleh para artis serta dihadiri pula oleh beberapa pentolan produsen handset yang ada di Indonesia.
Mobile 8 adalah salah satu operator selular baru yang akan membuat perangkat smartphones menjadi semakin pintar, tidak hanya untuk smartphones saja, simcard dari layanan operator baru ini juga bisa dijejalkan kedalam perangkat konvergensi digital atau dengan kata lain "perangkat kawinan" (baca: hybrid) antara ponsel dan PDA, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan perangkat tersebut.
Perangkat genggam yang telah memiliki simcard Fren tadi dapat digunakan untuk keperluan komunikasi, baik suara maupun data, tidak hanya itu, Fren dari Mobile 8 juga memiliki beberapa fasilitas unggulan yang saat ini tidak dimiliki oleh kebanyakan operator lain, seperti video on demand misalnya. Saat ini saya tidak ingin berbicara lebih banyak mengenai layanan operator tersebut, alih-alih Anda akan mengira bahwa saya berpromosi.
Dengan sebuah smartphones atau perangkat hybrid tadi, kita memang bisa melakukan banyak hal dibanding dengan ponsel konvensional biasa, smartphones seakan memiliki "otak" yang bisa menyimpan semua ingatan kita, melalui lensa kamera digitalnya seakan dia dapat "melihat" kita, dengan mikropon-nya seakan dia bisa "mendengar" ucapan kita, dengan layar touchscreen-nya seakan dia bisa "merasakan" sentuhan kita.
Smartphone memang dibuat untuk memudahkan hidup manusia, mengorganisasikan organisasi, memanajemen hampir semua kegiatan kita, memeriksa e-mail dan surfing ke dunia maya-pun dapat dilakukan hanya dengan sebuah alat yang berukuran tidak lebih dari telapak tangan orang dewasa.
Namun, benarkah kita memerlukan sebuah alat konvergensi yang didalamnya terdiri dari ponsel, kamera digital, MP3 Player, GPS, WLAN, VideoPlayer yang terintegrasi?, haruskan kita membayar jutaan rupiah untuk beberapa fasilitas yang tidak pernah kita gunakan?. Ponsel lama yang kita miliki saat ini mungkin lebih optimal dan lebih bernilai guna, jika yang sering kita lakukan dengan ponsel hanyalah berkirim SMS dan komunikasi suara saja. Paling tidak saat ini kita masih tetap "always conected", masih dapat menghubungi dan dihubungi oleh kerabat, saudara, rekan bisnis atau anak-istri kita walau hanya dengan sebuah ponsel konvensional biasa.
Ponsel lama dan PDA low-end yang saya miliki saat ini memiliki kemampuan yang setara dengan Treo270, bahkan dengan tambahan software add-in gratis yang bisa di download dari Internet bisa menjadikan PDA dan ponsel saya lebih berdaya guna dan lebih "sakti" dari sebelumnya.
Namun saya yakin, smartphone dan perangkat genggam lain masih akan terus mengalami inovasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi penggunaannya akan menjadi sebuah trend global, sama seperti halnya kita menggunakan sebuah PC atau ponsel saat ini dan bahkan hal itu sudah mulai kita lihat saat ini, terbukti dengan munculnya Fren Mobile8 tadi. Sekarang tinggal Anda sendiri yang menentukan, apakah kita benar-benar membutuhkan sebuah alat konvergensi digital tersebut lalu membuang ponsel dan PDA lama kita? [Q]
Para operator selulerpun tak mau ketinggalan, saat ini para operator seluler di Indonesia mulai menambahkan layanan tambahan untuk para pelanggannya atau sering kita dengar dengan istilah "Value Added Service", contohnya informasi yang bisa diakses melalui SMS seperti halnya informasi jalur mudik saat lebaran kemarin misalnya. Selain itu muncul pula operator seluler baru yang bernama Mobile 8 yang meluncurkan produk Fren, acara launching-nya disiarkan langsung oleh tiga stasiun televisi swasta dan dimeriahkan oleh para artis serta dihadiri pula oleh beberapa pentolan produsen handset yang ada di Indonesia.
Mobile 8 adalah salah satu operator selular baru yang akan membuat perangkat smartphones menjadi semakin pintar, tidak hanya untuk smartphones saja, simcard dari layanan operator baru ini juga bisa dijejalkan kedalam perangkat konvergensi digital atau dengan kata lain "perangkat kawinan" (baca: hybrid) antara ponsel dan PDA, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan perangkat tersebut.
Perangkat genggam yang telah memiliki simcard Fren tadi dapat digunakan untuk keperluan komunikasi, baik suara maupun data, tidak hanya itu, Fren dari Mobile 8 juga memiliki beberapa fasilitas unggulan yang saat ini tidak dimiliki oleh kebanyakan operator lain, seperti video on demand misalnya. Saat ini saya tidak ingin berbicara lebih banyak mengenai layanan operator tersebut, alih-alih Anda akan mengira bahwa saya berpromosi.
Dengan sebuah smartphones atau perangkat hybrid tadi, kita memang bisa melakukan banyak hal dibanding dengan ponsel konvensional biasa, smartphones seakan memiliki "otak" yang bisa menyimpan semua ingatan kita, melalui lensa kamera digitalnya seakan dia dapat "melihat" kita, dengan mikropon-nya seakan dia bisa "mendengar" ucapan kita, dengan layar touchscreen-nya seakan dia bisa "merasakan" sentuhan kita.
Smartphone memang dibuat untuk memudahkan hidup manusia, mengorganisasikan organisasi, memanajemen hampir semua kegiatan kita, memeriksa e-mail dan surfing ke dunia maya-pun dapat dilakukan hanya dengan sebuah alat yang berukuran tidak lebih dari telapak tangan orang dewasa.
Namun, benarkah kita memerlukan sebuah alat konvergensi yang didalamnya terdiri dari ponsel, kamera digital, MP3 Player, GPS, WLAN, VideoPlayer yang terintegrasi?, haruskan kita membayar jutaan rupiah untuk beberapa fasilitas yang tidak pernah kita gunakan?. Ponsel lama yang kita miliki saat ini mungkin lebih optimal dan lebih bernilai guna, jika yang sering kita lakukan dengan ponsel hanyalah berkirim SMS dan komunikasi suara saja. Paling tidak saat ini kita masih tetap "always conected", masih dapat menghubungi dan dihubungi oleh kerabat, saudara, rekan bisnis atau anak-istri kita walau hanya dengan sebuah ponsel konvensional biasa.
Ponsel lama dan PDA low-end yang saya miliki saat ini memiliki kemampuan yang setara dengan Treo270, bahkan dengan tambahan software add-in gratis yang bisa di download dari Internet bisa menjadikan PDA dan ponsel saya lebih berdaya guna dan lebih "sakti" dari sebelumnya.
Namun saya yakin, smartphone dan perangkat genggam lain masih akan terus mengalami inovasi sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi penggunaannya akan menjadi sebuah trend global, sama seperti halnya kita menggunakan sebuah PC atau ponsel saat ini dan bahkan hal itu sudah mulai kita lihat saat ini, terbukti dengan munculnya Fren Mobile8 tadi. Sekarang tinggal Anda sendiri yang menentukan, apakah kita benar-benar membutuhkan sebuah alat konvergensi digital tersebut lalu membuang ponsel dan PDA lama kita? [Q]
Friday, November 28, 2003
Mudik ala Road Warrior
"Road Warrior" adalah sebutan bagi mereka yang selalu menggunakan perangkat mobile seperti laptop, handphone, PDA, PocketPC untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya selama mereka berada jauh dari kantor, saat dalam perjalanan atau dalam kendaraan misalnya. Bahkan disinyalir saat ini sudah banyak orang yang bekerja tanpa kantor atau istilahnya "buildingless office", karena hanya dengan perangkat mobile seperti yang disebutkan di atas dia bisa bekerja dimana saja, kapan saja dan tetap produktif.
Sebelumnya saya mau minta maaf jika sudah hampir tiga bulan belakangan ini saya tidak pernah kirim artikel ataupun naskah yang berhubungan dengan handheld device (perangkat gengam), entah itu PDA, PocketPC ataupun smartphone.
Tiga bulan bukanlah waktu yang relatif lama, namun selama tiga bulan belakangan ini, beberapa produsen perangkat genggam banyak berinovasi untuk berlomba memproduksi perangkat genggam handal yang ditujukan bagi para pemakainya dan dalam waktu tiga bulan itu berbagai perangkat genggam baru-pun bermunculan. Mengenai apa saja perangkat baru tersebut akan saya ulas dalam tulisan terpisah.
Menjelang lebaran tiba, tepatnya saat masa mudik tahun ini, mungkin banyak para "road warrior" jadi-jadian, pasalnya hampir semua operator seluler yang ada di Indonesia menawarkan service maupun fasilitas baru bagi pelanggannya untuk menawarkan informasi selama mudik, informasi tersebut misalnya seperti info jalur mudik, berita harian, berita keuangan, gosip selebritis, headline news dan lain-lain, semua info itu dapat langsung diakses lewat ponsel ataupun PDA baik melalui jalur SMS, MMS, GPRS, ataupun dalam bentuk video streaming.
Sepertinya para operator seluler saat ini sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, berbeda dengan saat lebaran beberapa tahun lalu dimana para pengguna ponsel dibuat mati kutu karena tidak dapat menggunakan ponselnya untuk ber-silaturahmi baik itu menggunakan jalur voice maupun SMS. Apalagi saat ini fasilitas pengiriman MMS dan EMS sudah mulai menjamur, otomatis ini akan memakan banyak bandwidth yang selama ini digunakan, namun lalulintas seluler Lebaran tahun ini tidak ada hambatan, kalaupun ada keterlambatan dalam pengiriman SMS itu masih dalam tahap kewajaran. -- CMIIW
Bagi mereka yang menggunakan ponsel generasi ke-tiga bahkan dapat mengakses informasi dalam bentuk multimedia, seperti video streaming misalnya, sehingga ponselnya tidak saja dapat menampilkan informasi dalam bentuk teks dan gambar, namun juga dalam bentuk video dan suara sekaligus seperti halnya televisi. Namun saya tidak yakin apakah mereka, para pemilik ponsel (baik ponsel 3G ataupun ponsel konvensional) tersebut benar-benar mengoptimalkan semua fungsi dan menggunakan fasilitas yang ditawarkan oleh operator melalui ponselnya? Jawabannya ada pada Anda.... [Q]
Sebelumnya saya mau minta maaf jika sudah hampir tiga bulan belakangan ini saya tidak pernah kirim artikel ataupun naskah yang berhubungan dengan handheld device (perangkat gengam), entah itu PDA, PocketPC ataupun smartphone.
Tiga bulan bukanlah waktu yang relatif lama, namun selama tiga bulan belakangan ini, beberapa produsen perangkat genggam banyak berinovasi untuk berlomba memproduksi perangkat genggam handal yang ditujukan bagi para pemakainya dan dalam waktu tiga bulan itu berbagai perangkat genggam baru-pun bermunculan. Mengenai apa saja perangkat baru tersebut akan saya ulas dalam tulisan terpisah.
Menjelang lebaran tiba, tepatnya saat masa mudik tahun ini, mungkin banyak para "road warrior" jadi-jadian, pasalnya hampir semua operator seluler yang ada di Indonesia menawarkan service maupun fasilitas baru bagi pelanggannya untuk menawarkan informasi selama mudik, informasi tersebut misalnya seperti info jalur mudik, berita harian, berita keuangan, gosip selebritis, headline news dan lain-lain, semua info itu dapat langsung diakses lewat ponsel ataupun PDA baik melalui jalur SMS, MMS, GPRS, ataupun dalam bentuk video streaming.
Sepertinya para operator seluler saat ini sudah mempersiapkan semuanya dengan baik, berbeda dengan saat lebaran beberapa tahun lalu dimana para pengguna ponsel dibuat mati kutu karena tidak dapat menggunakan ponselnya untuk ber-silaturahmi baik itu menggunakan jalur voice maupun SMS. Apalagi saat ini fasilitas pengiriman MMS dan EMS sudah mulai menjamur, otomatis ini akan memakan banyak bandwidth yang selama ini digunakan, namun lalulintas seluler Lebaran tahun ini tidak ada hambatan, kalaupun ada keterlambatan dalam pengiriman SMS itu masih dalam tahap kewajaran. -- CMIIW
Bagi mereka yang menggunakan ponsel generasi ke-tiga bahkan dapat mengakses informasi dalam bentuk multimedia, seperti video streaming misalnya, sehingga ponselnya tidak saja dapat menampilkan informasi dalam bentuk teks dan gambar, namun juga dalam bentuk video dan suara sekaligus seperti halnya televisi. Namun saya tidak yakin apakah mereka, para pemilik ponsel (baik ponsel 3G ataupun ponsel konvensional) tersebut benar-benar mengoptimalkan semua fungsi dan menggunakan fasilitas yang ditawarkan oleh operator melalui ponselnya? Jawabannya ada pada Anda.... [Q]
Sunday, August 10, 2003
Peralihan Dari Tangan ke Telinga
Saat ini semakin banyak produk PDA (Personal Digital Assisstant) yang memiliki fungsi lebih dari sekedar pencatat memo atau mesin pengingat, namun lebih dari itu, kini sebuah PDA atau PocketPC dapat juga digunakan untuk melakukan komunikasi suara seperti halnya posel. Dengan menanamkan kartu SIM pada sebuah PDA yang memiliki kemampuan tersebut, alat yang berukuran tidak lebih dari ukuran telapak tangan orang dewasa ini dapat beralih fungsi menjadi ponsel alias telepon seluler.
Konvergensi dijital ini tentu memberikan nuansa dan cara baru orang dalam melakukan komunikasi, jika sebelumnya kita selalu membawa lebih dari satu piranti (ponsel, PDA dan pager) kini dengan adanya konvergensi dijital ini, kita hanya membawa satu buah piranti yang memiliki berbagai macam fungsi termasuk ponsel sehingga penambahan area operasional PDA yang sebelumnya hanya digunakan disekitar telapak tangan kini beralihan ke telinga.
Handspring adalah salah satu contohnya, perusahaan yang sebelumnya aktif memproduksi PDA yang dikenal dengan seri Visor-nya kini beralih membuat produk dengan nama Treo Communicator, walau sebelumnya Handspring telah memiliki fasilitas telepon ini pada seri Visor dengan menambahkan modul VisorPhone pada produk Visor-nya namun penampilan Visor ini menjadi terlihat bulky dan kurang enak untuk digenggam. Berbeda dengan produk Treo yang di-desain mirip seperti sebuah ponsel, dan nyatanya Treo cukup berhasil di pasaran. Menyusul Palm yang menambahkan fungsi ponsel pada seri Tungsten|W namun harus menggunakan sebuah headset untuk menggunakannya. Produk konverjensi lainnya seperti XDA O2, T-Mobile Sidekick, TriWanda dan yang lainnya juga saling bersaing merebut hati penggunanya.
Sebuah inovasi baru terkadang memunculkan kontroversi, dikalangan mastel (masyarakat tekologi), adanya konverjensi ini melahirkan sebuah "perdebatan kecil" tentang pro dan kontra terhadap perangkat kawinan ini. Mulai dari isu ketahan baterai, layar, tombol, sampai dengan fleksibilitas dan cara penggunaannya. Namun perdebatan ini justru memberikan masukkan bagi para produsen untuk dapat membuat produk yang tepat sesuai keinginan penggunanya.
Merger yang dilakukan antara Palm dan Handspring baru-baru ini diharapkan dapat membuahkan hasil dengan memunculkan piranti genggam yang benar-benar dapat memenuhi keinginan penggunanya, karena seperti kita ketahui bersama bahwa Palm dan Handspring (keduanya dibuat oleh orang yang sama Jeff Hawkins dkk.) adalah perusahaan yang cukup lama malang melintang didunia piranti genggam alias PDA ini. Untuk selanjutnya kita sendiri yang menentukan apakah kita benar-benar membutuhkan piranti konverjensi ini?. [Q
Konvergensi dijital ini tentu memberikan nuansa dan cara baru orang dalam melakukan komunikasi, jika sebelumnya kita selalu membawa lebih dari satu piranti (ponsel, PDA dan pager) kini dengan adanya konvergensi dijital ini, kita hanya membawa satu buah piranti yang memiliki berbagai macam fungsi termasuk ponsel sehingga penambahan area operasional PDA yang sebelumnya hanya digunakan disekitar telapak tangan kini beralihan ke telinga.
Handspring adalah salah satu contohnya, perusahaan yang sebelumnya aktif memproduksi PDA yang dikenal dengan seri Visor-nya kini beralih membuat produk dengan nama Treo Communicator, walau sebelumnya Handspring telah memiliki fasilitas telepon ini pada seri Visor dengan menambahkan modul VisorPhone pada produk Visor-nya namun penampilan Visor ini menjadi terlihat bulky dan kurang enak untuk digenggam. Berbeda dengan produk Treo yang di-desain mirip seperti sebuah ponsel, dan nyatanya Treo cukup berhasil di pasaran. Menyusul Palm yang menambahkan fungsi ponsel pada seri Tungsten|W namun harus menggunakan sebuah headset untuk menggunakannya. Produk konverjensi lainnya seperti XDA O2, T-Mobile Sidekick, TriWanda dan yang lainnya juga saling bersaing merebut hati penggunanya.
Sebuah inovasi baru terkadang memunculkan kontroversi, dikalangan mastel (masyarakat tekologi), adanya konverjensi ini melahirkan sebuah "perdebatan kecil" tentang pro dan kontra terhadap perangkat kawinan ini. Mulai dari isu ketahan baterai, layar, tombol, sampai dengan fleksibilitas dan cara penggunaannya. Namun perdebatan ini justru memberikan masukkan bagi para produsen untuk dapat membuat produk yang tepat sesuai keinginan penggunanya.
Merger yang dilakukan antara Palm dan Handspring baru-baru ini diharapkan dapat membuahkan hasil dengan memunculkan piranti genggam yang benar-benar dapat memenuhi keinginan penggunanya, karena seperti kita ketahui bersama bahwa Palm dan Handspring (keduanya dibuat oleh orang yang sama Jeff Hawkins dkk.) adalah perusahaan yang cukup lama malang melintang didunia piranti genggam alias PDA ini. Untuk selanjutnya kita sendiri yang menentukan apakah kita benar-benar membutuhkan piranti konverjensi ini?. [Q
Sunday, July 13, 2003
Setelah @ dan e- lalu m-, apalagi selanjutnya?
Pada tahun 1995, Internet muncul di Indonesia dan mulai dikomersilkan di seluruh dunia, pada saat itu banyak perusahaan maupun perorangan yang menggabungkan diri dengan Internet, paling tidak dengan memiliki e-mail dengan symbol khas-nya "@" (baca: at).
Seiring dengan semakin berkembangnya Internet, pertumbuhan pengguna-pun semakin meningkat, walaupun masyarakat di negara kita (Indonesia) tidak begitu eksponensial, namun kehadiran Internet seakan menggiring kita kepada sebuah paradigma baru cara berkomunikasi dan bekerja, banyak perusahaan dan perorangan yang "mengkonversi"-kan kegiatan mereka kedalam Internet, sehingga muncul jargon/istilah baru dengan awalan e- yang berarti electronic, seperti misalnya; e-mail, e-learning, e-shopping, e-government, e-book, e-commerce, e-banking dan masih banyak istilah lainnya yang menggunakan e- ini.
Bagi mereka yang memiliki mobilitas yang tinggi, keadaan "selalu terhubung" sangatlah penting apalagi bagi mereka yang selalu berada pada posisi "time critical" dimana pengambilan keputusan harus dilaksanakan secara cepat dan tepat. Keberadaan perangkat teknologi komunikasi yang handal sangatlah diperlukan. Kini sudah banyak kita temukan orang-orang yang selalu mebawa handphone/ponsel, entah itu sebagai alat pendukung "time critical" atau sekedar gaya, yang pasti saat ini handphone memiliki fenoma yang luarbiasa, beberapa pengamat telekomunikasi bahkan meramalkan bahwa pada tahun-tahun mendatang jumlah pengguna ponsel akan melebihi jumlah fixed line (telepon rumah biasa).
Seperti halnya komputer, ponsel memiliki kemampuan untuk mengakses data, saat ini sebuah ponsel dengan harga kurang dari satu juta rupiah dapat kita gunakan untuk mengirim e-mail dan meng-akses informasi, entah itu berita, jadwal pesawat, prakiraan cuaca atau joke-joke ringan yang dapat menghibur kita dikala sendu.
Untuk itu munculah istilah baru dengan awalan m- yang berarti mobile, seperti m-banking, m-commerce dan lain-lain. Sehingga kita nyaris dapat melakukan apa saja dengan sebuah ponsel digenggaman tangan. Kegagalan W@P bukanlah kesalahan konsep namun terlebih karena ketidaksiapan kita untuk dapat menerima teknologi tersebut, serta mahalnya akses serta banyak pengguna yang membandingkan W@P dengan Internet. Dari segi performansi Internet bukanlah tandingan W@P, berbeda dengan Internet yang memiliki segudang aplikasi dan animasi, W@P hanyalah sekumpulan data kecil yang sengaja dibuat simpel agar dapat ditampilkan pada layar ponsel dan jalur yang kecil pula.
Namun manusia adalah mahluk homoludens, mahluk bermain yang selalu terus mencari, mencari dan mencari sehingga teknologi mobile tidak mentok hanya karena keadaan diatas, banyak teknologi baru untuk mendukung aplikasi mobile seperti GPRS, EDGE, WCDMA, CDMA2000, eGSM dan Bluetooth.
Banyak juga handheld device (alat) baru untuk mendukung teknologi mobile, sehingga peralatan yang bisa digunakan tidak terbatas pada ponsel, sebuah PDA (Personal Digital Assistant) dan PocketPC bisa memenuhi kebutuhan ini. Sebuah konvergensi digital akan masih terus berlanjut dengan munculnya peralatan kawinan antara ponsel dengan PDA, yang jelas, walaupun perlahan namun pasti, teknologi mobile mulai mencuri perhatian kita. Setelah @ dan e- lalu m-, Apalagi selanjutnya?[Q]
Seiring dengan semakin berkembangnya Internet, pertumbuhan pengguna-pun semakin meningkat, walaupun masyarakat di negara kita (Indonesia) tidak begitu eksponensial, namun kehadiran Internet seakan menggiring kita kepada sebuah paradigma baru cara berkomunikasi dan bekerja, banyak perusahaan dan perorangan yang "mengkonversi"-kan kegiatan mereka kedalam Internet, sehingga muncul jargon/istilah baru dengan awalan e- yang berarti electronic, seperti misalnya; e-mail, e-learning, e-shopping, e-government, e-book, e-commerce, e-banking dan masih banyak istilah lainnya yang menggunakan e- ini.
Bagi mereka yang memiliki mobilitas yang tinggi, keadaan "selalu terhubung" sangatlah penting apalagi bagi mereka yang selalu berada pada posisi "time critical" dimana pengambilan keputusan harus dilaksanakan secara cepat dan tepat. Keberadaan perangkat teknologi komunikasi yang handal sangatlah diperlukan. Kini sudah banyak kita temukan orang-orang yang selalu mebawa handphone/ponsel, entah itu sebagai alat pendukung "time critical" atau sekedar gaya, yang pasti saat ini handphone memiliki fenoma yang luarbiasa, beberapa pengamat telekomunikasi bahkan meramalkan bahwa pada tahun-tahun mendatang jumlah pengguna ponsel akan melebihi jumlah fixed line (telepon rumah biasa).
Seperti halnya komputer, ponsel memiliki kemampuan untuk mengakses data, saat ini sebuah ponsel dengan harga kurang dari satu juta rupiah dapat kita gunakan untuk mengirim e-mail dan meng-akses informasi, entah itu berita, jadwal pesawat, prakiraan cuaca atau joke-joke ringan yang dapat menghibur kita dikala sendu.
Untuk itu munculah istilah baru dengan awalan m- yang berarti mobile, seperti m-banking, m-commerce dan lain-lain. Sehingga kita nyaris dapat melakukan apa saja dengan sebuah ponsel digenggaman tangan. Kegagalan W@P bukanlah kesalahan konsep namun terlebih karena ketidaksiapan kita untuk dapat menerima teknologi tersebut, serta mahalnya akses serta banyak pengguna yang membandingkan W@P dengan Internet. Dari segi performansi Internet bukanlah tandingan W@P, berbeda dengan Internet yang memiliki segudang aplikasi dan animasi, W@P hanyalah sekumpulan data kecil yang sengaja dibuat simpel agar dapat ditampilkan pada layar ponsel dan jalur yang kecil pula.
Namun manusia adalah mahluk homoludens, mahluk bermain yang selalu terus mencari, mencari dan mencari sehingga teknologi mobile tidak mentok hanya karena keadaan diatas, banyak teknologi baru untuk mendukung aplikasi mobile seperti GPRS, EDGE, WCDMA, CDMA2000, eGSM dan Bluetooth.
Banyak juga handheld device (alat) baru untuk mendukung teknologi mobile, sehingga peralatan yang bisa digunakan tidak terbatas pada ponsel, sebuah PDA (Personal Digital Assistant) dan PocketPC bisa memenuhi kebutuhan ini. Sebuah konvergensi digital akan masih terus berlanjut dengan munculnya peralatan kawinan antara ponsel dengan PDA, yang jelas, walaupun perlahan namun pasti, teknologi mobile mulai mencuri perhatian kita. Setelah @ dan e- lalu m-, Apalagi selanjutnya?[Q]
Monday, June 30, 2003
Pilih Mana: Fungsi atau Gaya?
Saat ini sebuah PDA (Personal Digital Assistant) bisa digunakan sebagai pengganti buku agenda atau pencatat jadwal kegiatan kita sehari-hari. Lebih dari itu, beberapa seri PDA merupakan sebuah produk combo dengan layar warna yang memiliki segudang kemampuan, seperti: kamera digital, MP3 Player, video Player, telepon seluler dan akses Internet melalui saluran wireless-nya.
Tetapi, tunggu dulu! Jangan keburu tergoda dengan semua fasilitas tersebut, apalagi jika kita tidak benar-benar membutuhkannya. Sungguh sayang rasanya jika kita harus mengeluarkan dana jutaan rupiah hanya untuk membeli sebuah PDA terbaru dengan berbagai fitur yang tidak dapat kita gunakan semuanya secara optimal.
Jika yang kita butuhkan hanya aplikasi PIM (Personal Information Management) standard, seperti buku alamat penyimpan nomor telepon, pencatat janji atau memo saja, PDA dengan layar grayscale tentu sudah dapat memenuhi kebutuhan kita diatas. Bahkan, beberapa ponsel yang seharga kurang dari satu juta rupiah-pun saat ini sudah memeliki fungsi PIM seperti ini.
Saat ini, produk "kawinan" antara ponsel dan PDA sudah mulai semarak, namun bukan berarti kita harus segera mengganti ponsel yang masih digunakan. PDA-Ponsel saat ini masih berharga tiga sampai enam kali lipat harga ponsel biasa bahkan lebih. Jika kita telah memiliki ponsel, membeli PDA biasa (tanpa fungsi ponsel) tentu bisa lebih menghemat uang kita.
Hal yang harus selalu kita ingat adalah, PDA bukanlah pengganti laptop atau PC. Sebuah PDA justru merupakan companion bagi PC atau laptop. Sebuah PDA juga tidak akan bekerja optimal tanpa adanya PC. Posisi PC atau laptop sangat penting bagi sebuah PDA karena dapat digunakan untuk mem-backup atau proses sinkronisasi semua data yang telah dimasukkan kedalam PDA atau memasang aplikasi tambahan dari third-party software, jadi jangan memaksaka membeli PDA jika kita tidak memiliki PC di rumah atau di kantor.
Fungsi kamera yang di-integrasikan kedalam sebuah PDA sudah mulai banyak di pasaran, namun kebanyakan PDA hanya memiliki ruang terbatas untuk menyimpan foto hasil jepretan kita. Solusinya, kita harus membeli kartu memory tambahan yang saat ini harganya masih relatif tinggi, belum lagi kualitas gambar yang pas-pasan membuat kamera ini tidak tepat bagi pekerja profesional yang menginginkan hasil gambar yang tajam.
Mengakses situs favorit dimana saja dengan menggunakan sebuah PDA di genggaman tentu lebih mengasyikan dan lebih fleksibel daripada mengakses dengan desktop yang harus berkutat di atas meja dalam sebuah ruangan. Namun, penetrasi wireless access saat ini belum begitu memasyarakat seperti halnya konelsi dial-up. Di Indonesia, saat ini masih jarang kita menemukan hotspot atau access point yang bisa digunakan untuk menghubungkan PDA dengan dunia maya. Akibatnya, fasilitas Wi-Fi yang sudah dicangkokkan kedalam beberapa PDA belum tentu dapat merealisasikan mimpi kita untuk dapat mengakses situs favorit di mana saja dalam genggaman kita.
Akhirnya, kita sendiri yang menentukan model PDA apa yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan dan keuangan kita. jangan sampai produk teknologi yang kita beli menjadi mubadzir alias tidak dapat digunakan secara optimal dan tidak sebanding dengan uang yang kita keluarkan.
Buat apa memiliki PDA mahal dan canggih jika kita tidak dapat menggunakannya secara optimal? Pilih mana, fungsi atau gaya? [Q]
Tetapi, tunggu dulu! Jangan keburu tergoda dengan semua fasilitas tersebut, apalagi jika kita tidak benar-benar membutuhkannya. Sungguh sayang rasanya jika kita harus mengeluarkan dana jutaan rupiah hanya untuk membeli sebuah PDA terbaru dengan berbagai fitur yang tidak dapat kita gunakan semuanya secara optimal.
Jika yang kita butuhkan hanya aplikasi PIM (Personal Information Management) standard, seperti buku alamat penyimpan nomor telepon, pencatat janji atau memo saja, PDA dengan layar grayscale tentu sudah dapat memenuhi kebutuhan kita diatas. Bahkan, beberapa ponsel yang seharga kurang dari satu juta rupiah-pun saat ini sudah memeliki fungsi PIM seperti ini.
Saat ini, produk "kawinan" antara ponsel dan PDA sudah mulai semarak, namun bukan berarti kita harus segera mengganti ponsel yang masih digunakan. PDA-Ponsel saat ini masih berharga tiga sampai enam kali lipat harga ponsel biasa bahkan lebih. Jika kita telah memiliki ponsel, membeli PDA biasa (tanpa fungsi ponsel) tentu bisa lebih menghemat uang kita.
Hal yang harus selalu kita ingat adalah, PDA bukanlah pengganti laptop atau PC. Sebuah PDA justru merupakan companion bagi PC atau laptop. Sebuah PDA juga tidak akan bekerja optimal tanpa adanya PC. Posisi PC atau laptop sangat penting bagi sebuah PDA karena dapat digunakan untuk mem-backup atau proses sinkronisasi semua data yang telah dimasukkan kedalam PDA atau memasang aplikasi tambahan dari third-party software, jadi jangan memaksaka membeli PDA jika kita tidak memiliki PC di rumah atau di kantor.
Fungsi kamera yang di-integrasikan kedalam sebuah PDA sudah mulai banyak di pasaran, namun kebanyakan PDA hanya memiliki ruang terbatas untuk menyimpan foto hasil jepretan kita. Solusinya, kita harus membeli kartu memory tambahan yang saat ini harganya masih relatif tinggi, belum lagi kualitas gambar yang pas-pasan membuat kamera ini tidak tepat bagi pekerja profesional yang menginginkan hasil gambar yang tajam.
Mengakses situs favorit dimana saja dengan menggunakan sebuah PDA di genggaman tentu lebih mengasyikan dan lebih fleksibel daripada mengakses dengan desktop yang harus berkutat di atas meja dalam sebuah ruangan. Namun, penetrasi wireless access saat ini belum begitu memasyarakat seperti halnya konelsi dial-up. Di Indonesia, saat ini masih jarang kita menemukan hotspot atau access point yang bisa digunakan untuk menghubungkan PDA dengan dunia maya. Akibatnya, fasilitas Wi-Fi yang sudah dicangkokkan kedalam beberapa PDA belum tentu dapat merealisasikan mimpi kita untuk dapat mengakses situs favorit di mana saja dalam genggaman kita.
Akhirnya, kita sendiri yang menentukan model PDA apa yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan dan keuangan kita. jangan sampai produk teknologi yang kita beli menjadi mubadzir alias tidak dapat digunakan secara optimal dan tidak sebanding dengan uang yang kita keluarkan.
Buat apa memiliki PDA mahal dan canggih jika kita tidak dapat menggunakannya secara optimal? Pilih mana, fungsi atau gaya? [Q]
Thursday, May 29, 2003
SmartPhone For Smart People
Wajar rasanya jika ada sebagian orang yang tersinggung dengan iklan jamu tolak angin yang dibintangi Sophia Latjuba dan Renald Khasali, bagaimana tidak, pada iklan tersebut Shopia Latjuba mengatakan "orang pintar, minum tolak angin". Bagaimana dengan orang yang tidak meminum jamu tersebut?, apakah mereka yang tidak meminum tolak angin bukan orang pintar?. Namun begitulah dunia periklanan, sesuatu yang kontroversial terkadang lebih mengena di hati masyarakat, seperti goyang "nge-bor"-nya Inul Daratista misalnya.
Namun, kontroversialkah saya jika saya mengambil judul tulisan ini dengan "SmartPhone for Smart People" (Ponsel Pintar untuk Orang Pintar)??. Ya, memang begitu kenyataannya, sebuah ponsel yang memiliki kemampuan setara sebuah Komputer PC yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan kita, ditujukan bagi "Smart People". Makna dari Smart People disini bukanlah seorang yang jenius atau seorang pakar seperti seorang Rhenald Kasali misalnya, namun lebih memiliki makna "orang yang memiliki kemauan untuk mempelajari", "keinginan untuk selalu tahu caranya" atau dalam istilah Bahasa Sunda "ngulik" sehingga (dalam hal ini) kemampuan fungsi dari sebuah Smart Phone bisa lebih optimal.
Sebuah SmartPhone tentu lebih memiliki banyak fungsi dan fitur dibanding dengan ponsel konvensional biasa, sehingga kita memerlukan sedikit waktu untuk mempelajarinya, melakukan 'trial and error' serta 'learning by doing' dengan perangkat ini.
Jangankan untuk mengetahui fungsi-fungsi SmartPhone, untuk membaca manual book sebuah ponsel konvensional saja terkadang kita malas, sehingga fungsi-fungsi yang seharusnya bisa lebih dimanfaatkan jadi terabaikan. Seperti contoh adalah fungsi tombol volume disisi kiri pada ponsel Ericsson T10s/18s/T28s, sebenarnya dapat digunakan untuk mempercepat pengetikan huruf, contoh lainnya adalah kelebihan dari fungsi SMS yang dapat digunakan untuk mengirim e-mail ke PC, saya yakin, masih sedikit diantara pengguna ponsel kita yang tahu bagaimana menggunakan fasilitas SMS untuk mengirim e-mail ini.
Jelasnya SmartPhone adalah sebuah konvergensi digital antara Ponsel dan PDA (Personal Digital Assisstant) namun menempatkan fungsi ponsel sebagai kegunaan utamanya dan PDA sebagai fungsi yang kedua, berbeda dengan XDA (eXtended Digital Assistant) atau WDA (Wireless Digital Assistant) yang menempatkan fungsi PDA sebagai fungsi utamanya dan fungsi ponsel sebagai fungsi yang kedua. Sebuah SmartPhone itu ibarat sebuah kantor yang dapat kita bawa kemana-mana (mobile), sebuah perangkat yang memiliki konsep "Pocketable PC", komputer yang bisa dikantongi, dan nyaris dapat mengerjakan semua fungsi "Office" serta hiburan didalamnya.
Jika kehadiran PDA, PocketPC dan SmartPhone saat ini mewarnai konsep "Pocketable PC", dimasa datang (dalam waktu yang tidak lama lagi) kita akan menemukan konsep "Wearable PC" dimana sebuah komputer bukan lagi disimpan diatas meja atau dimasukkan kedalam saku, namun kita kenakan sebagai aksesoris/perhiasan di tubuh kita, sebuah perangkat komputasi dan komunikasi yang di-konverjensi-kan dengan aksesori/perhiasan yang biasa kita pakai sehari-hari seperti misalnya jam tangan, kacamata, jaket, gelang atau kalung, Jadi jangan heran dan jangan tersinggung jika ada iklan yang berbunyi "Smart Glasses for Smart People".[Q]
Namun, kontroversialkah saya jika saya mengambil judul tulisan ini dengan "SmartPhone for Smart People" (Ponsel Pintar untuk Orang Pintar)??. Ya, memang begitu kenyataannya, sebuah ponsel yang memiliki kemampuan setara sebuah Komputer PC yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan kita, ditujukan bagi "Smart People". Makna dari Smart People disini bukanlah seorang yang jenius atau seorang pakar seperti seorang Rhenald Kasali misalnya, namun lebih memiliki makna "orang yang memiliki kemauan untuk mempelajari", "keinginan untuk selalu tahu caranya" atau dalam istilah Bahasa Sunda "ngulik" sehingga (dalam hal ini) kemampuan fungsi dari sebuah Smart Phone bisa lebih optimal.
Sebuah SmartPhone tentu lebih memiliki banyak fungsi dan fitur dibanding dengan ponsel konvensional biasa, sehingga kita memerlukan sedikit waktu untuk mempelajarinya, melakukan 'trial and error' serta 'learning by doing' dengan perangkat ini.
Jangankan untuk mengetahui fungsi-fungsi SmartPhone, untuk membaca manual book sebuah ponsel konvensional saja terkadang kita malas, sehingga fungsi-fungsi yang seharusnya bisa lebih dimanfaatkan jadi terabaikan. Seperti contoh adalah fungsi tombol volume disisi kiri pada ponsel Ericsson T10s/18s/T28s, sebenarnya dapat digunakan untuk mempercepat pengetikan huruf, contoh lainnya adalah kelebihan dari fungsi SMS yang dapat digunakan untuk mengirim e-mail ke PC, saya yakin, masih sedikit diantara pengguna ponsel kita yang tahu bagaimana menggunakan fasilitas SMS untuk mengirim e-mail ini.
Jelasnya SmartPhone adalah sebuah konvergensi digital antara Ponsel dan PDA (Personal Digital Assisstant) namun menempatkan fungsi ponsel sebagai kegunaan utamanya dan PDA sebagai fungsi yang kedua, berbeda dengan XDA (eXtended Digital Assistant) atau WDA (Wireless Digital Assistant) yang menempatkan fungsi PDA sebagai fungsi utamanya dan fungsi ponsel sebagai fungsi yang kedua. Sebuah SmartPhone itu ibarat sebuah kantor yang dapat kita bawa kemana-mana (mobile), sebuah perangkat yang memiliki konsep "Pocketable PC", komputer yang bisa dikantongi, dan nyaris dapat mengerjakan semua fungsi "Office" serta hiburan didalamnya.
Jika kehadiran PDA, PocketPC dan SmartPhone saat ini mewarnai konsep "Pocketable PC", dimasa datang (dalam waktu yang tidak lama lagi) kita akan menemukan konsep "Wearable PC" dimana sebuah komputer bukan lagi disimpan diatas meja atau dimasukkan kedalam saku, namun kita kenakan sebagai aksesoris/perhiasan di tubuh kita, sebuah perangkat komputasi dan komunikasi yang di-konverjensi-kan dengan aksesori/perhiasan yang biasa kita pakai sehari-hari seperti misalnya jam tangan, kacamata, jaket, gelang atau kalung, Jadi jangan heran dan jangan tersinggung jika ada iklan yang berbunyi "Smart Glasses for Smart People".[Q]
Friday, May 23, 2003
Me and MyPDA on "Bis Umum"
Pernahkah Anda berada pada posisi 'urgent' atau berada pada posisi 'time critical'?, dimana kita benar-benar dikejar oleh deadline sebuah tugas seperti membuat laporan, naskah atau makalah misalnya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk men-diskriditkan seseorang atau unsur kesombongan, namun hanya untuk menjelaskan bagaimana sebuah perangkat kecil yang bernama PDA (Personal Digital Assistant) dapat membantu mempermudah pekerjaan kita.... Begini ceritanya....
Ini pengalaman pribadi saya ketika beberapa hari lalu hendak pergi ke tempat kerja menggunakan bis umum, maklum saya hanya pegawai kecil yang belum mampu memiliki kendaraan sendiri.
Di tengah perjalanan, bis yang saya tumpangi berhenti untuk mengangkut seorang penumpang yang tampak tergesa-gesa, sepertinya dia seorang mahasiswa. Kebetulan dia duduk didepan kursi saya, dia membawa banyak buku, kertas fotocopy-an dan catatan, jangan salah sangka kalau saya memperhatikan dia, tapi sikapnya itu yang menarik perhatian saya, dia terlihat sibuk membuka buku dan catatannya, sesekali dia menuliskan sesuatu pada bukunya namun karena laju bis terganggu karena keadaan jalan yang tidak begitu baik membuat aktivitas menulisnya terganggu, menulis dalam mobil memang membuat tulisan kita tidak rapih, jadi menyon-menyon atau bahkan corat-coret karena goyangan mobil yang berjalan.
Ketika itu ponsel saya bergetar tanda ada panggilan masuk, saya memang sengaja tidak mengaktifkan ringtone tapi hanya mengaktifkan fungsi getar saja pada ponsel saya jika saya sedang berada dalam kendaraan umum atau di tempat-tempat umum lainnya. Yang menelepon itu ternyata rekan kerja saya, dia menyuruh saya untuk segera membuat soal untuk ujian besok.
Setelah menjawab telepon tadi, saya merogoh PDA dari saku kemeja sementara saya lihat mahasiswa tadi masih sibuk dengan tugas dan aktivitas menulisnya yang terganggu karena goyangan mobil yang kami tumpangi.
Saya mengeluarkan PDA dari saku kemeja dan mulai membuat soal dengan bantuan perangkat tersebut, menulis soal dengan bantuan stylus pen tanpa takut tulisan saya menyon-menyon karena goyangan mobil, saya juga melihat bahasan terakhir untuk pelajaran yang saya ajarkan pada mahasiswa saya cukup dengan menyentuhkan pena stylus pada permukaan layar PDA tanpa harus membuka buku catatan atau buku paket yang tebal, setelah selesai membuat soal saya langsung membuat form nilai untuk daftar mahasiswa saya, dan semuanya itu dilakukan dalam bis umum yang sedang melaju, karena semua catatan, buku, dan data mahasiswa yang saya perlukan sudah ada dalam sebuah perangkat kecil yang bisa dimasukkan kedalam saku kemeja, ya itu tadi, sebuah PDA. Semua data yang saya buat tadi sudah siap untuk dicetak jika saya sudah sampai ditempat kerja nanti.
Dan jangan sangka kalau saya menggunakan PDA atau PocketPC yang harganya mahal, saya hanya menggunakan sebuah PDA yang berharga tidak lebih dari setengah juta rupiah namun memiliki kemampuan yang handal dan dapat memenuhi semua kebutuhan saya.
Saya melihat pada mahasiswa tadi yang masih sibuk dengan buku dan catatannya, dalam hati saya berkata "Kaciaaaaaaan deh lo". [Q]
Tulisan ini tidak bermaksud untuk men-diskriditkan seseorang atau unsur kesombongan, namun hanya untuk menjelaskan bagaimana sebuah perangkat kecil yang bernama PDA (Personal Digital Assistant) dapat membantu mempermudah pekerjaan kita.... Begini ceritanya....
Ini pengalaman pribadi saya ketika beberapa hari lalu hendak pergi ke tempat kerja menggunakan bis umum, maklum saya hanya pegawai kecil yang belum mampu memiliki kendaraan sendiri.
Di tengah perjalanan, bis yang saya tumpangi berhenti untuk mengangkut seorang penumpang yang tampak tergesa-gesa, sepertinya dia seorang mahasiswa. Kebetulan dia duduk didepan kursi saya, dia membawa banyak buku, kertas fotocopy-an dan catatan, jangan salah sangka kalau saya memperhatikan dia, tapi sikapnya itu yang menarik perhatian saya, dia terlihat sibuk membuka buku dan catatannya, sesekali dia menuliskan sesuatu pada bukunya namun karena laju bis terganggu karena keadaan jalan yang tidak begitu baik membuat aktivitas menulisnya terganggu, menulis dalam mobil memang membuat tulisan kita tidak rapih, jadi menyon-menyon atau bahkan corat-coret karena goyangan mobil yang berjalan.
Ketika itu ponsel saya bergetar tanda ada panggilan masuk, saya memang sengaja tidak mengaktifkan ringtone tapi hanya mengaktifkan fungsi getar saja pada ponsel saya jika saya sedang berada dalam kendaraan umum atau di tempat-tempat umum lainnya. Yang menelepon itu ternyata rekan kerja saya, dia menyuruh saya untuk segera membuat soal untuk ujian besok.
Setelah menjawab telepon tadi, saya merogoh PDA dari saku kemeja sementara saya lihat mahasiswa tadi masih sibuk dengan tugas dan aktivitas menulisnya yang terganggu karena goyangan mobil yang kami tumpangi.
Saya mengeluarkan PDA dari saku kemeja dan mulai membuat soal dengan bantuan perangkat tersebut, menulis soal dengan bantuan stylus pen tanpa takut tulisan saya menyon-menyon karena goyangan mobil, saya juga melihat bahasan terakhir untuk pelajaran yang saya ajarkan pada mahasiswa saya cukup dengan menyentuhkan pena stylus pada permukaan layar PDA tanpa harus membuka buku catatan atau buku paket yang tebal, setelah selesai membuat soal saya langsung membuat form nilai untuk daftar mahasiswa saya, dan semuanya itu dilakukan dalam bis umum yang sedang melaju, karena semua catatan, buku, dan data mahasiswa yang saya perlukan sudah ada dalam sebuah perangkat kecil yang bisa dimasukkan kedalam saku kemeja, ya itu tadi, sebuah PDA. Semua data yang saya buat tadi sudah siap untuk dicetak jika saya sudah sampai ditempat kerja nanti.
Dan jangan sangka kalau saya menggunakan PDA atau PocketPC yang harganya mahal, saya hanya menggunakan sebuah PDA yang berharga tidak lebih dari setengah juta rupiah namun memiliki kemampuan yang handal dan dapat memenuhi semua kebutuhan saya.
Saya melihat pada mahasiswa tadi yang masih sibuk dengan buku dan catatannya, dalam hati saya berkata "Kaciaaaaaaan deh lo". [Q]
Sunday, May 18, 2003
Fenomena Apple Newton
Ketika Apple Computers memperkenalkan produk terbarunya sekitar 13 tahun lalu bernama Apple Newton, banyak orang yang merasakan kalau Apple Newton merupakan sebuah produk masa depan. Dan memang, Apple Newton merupakan sebuah produk yang sangat futuristik dan sangat kental dengan masa depan.
Kalau menilik kembali ke produk Apple Newton, harus diakui kalau Steve Jobs dan teman-temannya di Apple Computers memiliki sebuah visi yang mendalam dan meluas ke masa depan. Sebagai sebuah konsep dan produk, tidak ada yang salah dengan Apple Newton. Ketidakberhasilan Apple Newton untuk diserap oleh konsumen, lebih merupakan akibat tidak siapnya masyarakat untuk menggunakan dan memanfaatkan Apple Newton.
Apple Newton adalah sebuah produk yang mendahului zamannya, sebuah fenomena yang tidak ada presedennya bahkan sampai sekarang ini. Padahal, kalau kita berselancar di toko-toko komputer dan elektronik di belahan mana saja di dunia, konsep Personal Digital Assistant (PDA) yang kita kenal melalui produk Apple Newton tadi, sekarang ini menjadi barang yang tersebar luas dengan minat yang setara seperti umumnya orang tertarik dengan Discman, kamera digital, jam tangan, MP3 player atau alat-alat tulis sejenis Mont Blanc.
Komputer genggam atau lazim dengan sebutan PDA ini, terdiri dari berbagai merek dan model, mulai Ipaq buatan Compaq, Jornada buatan Hewlett Packard, Workpad buatan IBM, Clie buatan Sony, Cassiopeia buatan Casio, dan berbagai merek lainnya. Yang menarik, Apple Computers yang memikirkan konsep PDA secara meluas dan mendalam malah belum memberikan "keturunan" bagi generasi Apple Newton-nya.
Pertanyaan yang kemudian muncul dari "mewabah"-nya berbagai ragam PDA ini adalah apa sebenarnya yang mendorong tersebar dan meluasnya perangkat ini? Apakah perangkat PDA ini akan sama pengaruhnya dengan ponsel yang bisa melebihi jumlah fixed line, di mana pada suatu titik tertentu akan mampu untuk melebihi keberadaan komputer PC yang sekarang jumlahnya mencapai sekitar 500 juta unit.
Ini memang menjadi sebuah fenomena menarik, karena kemajuan teknologi PDA memang sangat pesat dibanding ketika Apple Newton pertama kali muncul. Kecepatan prosesor, sistem operasi yang atraktif maupun lebih stabil, program aplikasi yang semakin banyak dan mudah diperoleh, konverjensi ke berbagai peralatan teknologi lainnya, semua ini menjadi faktor pemacu dan sekaligus pemicu perkembangan pesat PDA sekarang ini menjadi komoditas yang digemari.
Lihat saja di pasaran sekarang ini, banyak ragam PDA yang ditawarkan dengan label harga yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki keunggulan, kelebihan, ketangguhan, dan bahkan kelemahannya sendiri-sendiri. Di sisi lain, dalam satu-dua tahun terakhir ini kita menyaksikan bagaimana para pemain industri PDA ini menggenjot terus-menerus produknya untuk memperluas pangsa pasar secara maksimum.
Dari pengalaman menggunakan beragam jenis PDA mulai dari Apple Newton sampai Graffiti buatan Hewlett Packard atau dari Ipaq buatan Compaq sampai Workpad 505 buatan IBM, semua perangkat PDA ini memberikan sebuah gradasi pengalaman dan penggunaan berbeda yang belum menunjukkan sebuah titik pemberhentian seperti pengalaman kita dalam menggunakan komputer PC maupun komputer notebook atau laptop dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.[Q]
Kalau menilik kembali ke produk Apple Newton, harus diakui kalau Steve Jobs dan teman-temannya di Apple Computers memiliki sebuah visi yang mendalam dan meluas ke masa depan. Sebagai sebuah konsep dan produk, tidak ada yang salah dengan Apple Newton. Ketidakberhasilan Apple Newton untuk diserap oleh konsumen, lebih merupakan akibat tidak siapnya masyarakat untuk menggunakan dan memanfaatkan Apple Newton.
Apple Newton adalah sebuah produk yang mendahului zamannya, sebuah fenomena yang tidak ada presedennya bahkan sampai sekarang ini. Padahal, kalau kita berselancar di toko-toko komputer dan elektronik di belahan mana saja di dunia, konsep Personal Digital Assistant (PDA) yang kita kenal melalui produk Apple Newton tadi, sekarang ini menjadi barang yang tersebar luas dengan minat yang setara seperti umumnya orang tertarik dengan Discman, kamera digital, jam tangan, MP3 player atau alat-alat tulis sejenis Mont Blanc.
Komputer genggam atau lazim dengan sebutan PDA ini, terdiri dari berbagai merek dan model, mulai Ipaq buatan Compaq, Jornada buatan Hewlett Packard, Workpad buatan IBM, Clie buatan Sony, Cassiopeia buatan Casio, dan berbagai merek lainnya. Yang menarik, Apple Computers yang memikirkan konsep PDA secara meluas dan mendalam malah belum memberikan "keturunan" bagi generasi Apple Newton-nya.
Pertanyaan yang kemudian muncul dari "mewabah"-nya berbagai ragam PDA ini adalah apa sebenarnya yang mendorong tersebar dan meluasnya perangkat ini? Apakah perangkat PDA ini akan sama pengaruhnya dengan ponsel yang bisa melebihi jumlah fixed line, di mana pada suatu titik tertentu akan mampu untuk melebihi keberadaan komputer PC yang sekarang jumlahnya mencapai sekitar 500 juta unit.
Ini memang menjadi sebuah fenomena menarik, karena kemajuan teknologi PDA memang sangat pesat dibanding ketika Apple Newton pertama kali muncul. Kecepatan prosesor, sistem operasi yang atraktif maupun lebih stabil, program aplikasi yang semakin banyak dan mudah diperoleh, konverjensi ke berbagai peralatan teknologi lainnya, semua ini menjadi faktor pemacu dan sekaligus pemicu perkembangan pesat PDA sekarang ini menjadi komoditas yang digemari.
Lihat saja di pasaran sekarang ini, banyak ragam PDA yang ditawarkan dengan label harga yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki keunggulan, kelebihan, ketangguhan, dan bahkan kelemahannya sendiri-sendiri. Di sisi lain, dalam satu-dua tahun terakhir ini kita menyaksikan bagaimana para pemain industri PDA ini menggenjot terus-menerus produknya untuk memperluas pangsa pasar secara maksimum.
Dari pengalaman menggunakan beragam jenis PDA mulai dari Apple Newton sampai Graffiti buatan Hewlett Packard atau dari Ipaq buatan Compaq sampai Workpad 505 buatan IBM, semua perangkat PDA ini memberikan sebuah gradasi pengalaman dan penggunaan berbeda yang belum menunjukkan sebuah titik pemberhentian seperti pengalaman kita dalam menggunakan komputer PC maupun komputer notebook atau laptop dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.[Q]
Thursday, April 10, 2003
PDA = Produk Disposable Ah...
Dibalik kecanggihan sebuah PDA (Personal Digital Assistant) ada hal yang sangat disayangkan, bagaimana tidak, sebuah produk yang berharga jutaan rupiah hanya memiliki life cycle yang pendek dan Sistem Operasi yang tidak dapat di-'upgrade' tidak seperti halnya sebuah PC yang Sistem Operasinya bisa di-upgrade, bahkan dapat dipasang lebih dari satu operating sistem sekaligus.
Sepertinya sebuah PDA atau PocketPC dibuat sebagai produk disposable yang mau tidak mau harus "dibuang" dan diganti dengan produk baru jika ingin memiliki sistem operasi yang lebih baru, sama seperti halnya kertas tisue, kertas pewangi, serbet makan atau sejenisnya. Saat ini memang banyak aplikasi Add-on yang bisa dibongkar dan dipasang kedalam sebuah PDA tapi tidak untuk sistem operasinya.
Bahkan Sistem operasi PocketPC (dulu dikenal dengan WindowsCE) terkadang tidak kompatibel dengan aplikasi Add-on lama, kasus serupa sering dialami oleh Operating System Windows pada PC, setiap muncul Windows versi baru pasti ada beberapa software aplikasi yang menjadi korban (baca:tidak bisa jalan), berbeda dengan sistem operasi Palm yang lebih konsisten dalam hal kompatibilitas menangani aplikasi lamanya, sehingga pemilik Palm lama tidak usah mengganti aplikasi favoritnya jika mempunyai produk Palm degan sistem operasi yang lebih baru, walau begitu tetap saja System operasi Palm tidak upgradable.
Memang begitulah kenyataannya, di dunia ini tidak ada yang sempurna, bahkan untuk perangkat canggih dan mahal sekalipun. Semuanya tinggal kembali kepada selera dan tingkat kebutuhan kita. Dari kenyataan ini sepertinya produk perangkat genggam (PDA, PocketPC dan SmartPhones) belum menunjukkan sebuah titik pemberhentian seperti pengalaman kita dalam menggunakan sebuah PC, notebook atau laptop dalam menyelesaikan pekerjaan kita sehari-hari.[Q]
Sepertinya sebuah PDA atau PocketPC dibuat sebagai produk disposable yang mau tidak mau harus "dibuang" dan diganti dengan produk baru jika ingin memiliki sistem operasi yang lebih baru, sama seperti halnya kertas tisue, kertas pewangi, serbet makan atau sejenisnya. Saat ini memang banyak aplikasi Add-on yang bisa dibongkar dan dipasang kedalam sebuah PDA tapi tidak untuk sistem operasinya.
Bahkan Sistem operasi PocketPC (dulu dikenal dengan WindowsCE) terkadang tidak kompatibel dengan aplikasi Add-on lama, kasus serupa sering dialami oleh Operating System Windows pada PC, setiap muncul Windows versi baru pasti ada beberapa software aplikasi yang menjadi korban (baca:tidak bisa jalan), berbeda dengan sistem operasi Palm yang lebih konsisten dalam hal kompatibilitas menangani aplikasi lamanya, sehingga pemilik Palm lama tidak usah mengganti aplikasi favoritnya jika mempunyai produk Palm degan sistem operasi yang lebih baru, walau begitu tetap saja System operasi Palm tidak upgradable.
Memang begitulah kenyataannya, di dunia ini tidak ada yang sempurna, bahkan untuk perangkat canggih dan mahal sekalipun. Semuanya tinggal kembali kepada selera dan tingkat kebutuhan kita. Dari kenyataan ini sepertinya produk perangkat genggam (PDA, PocketPC dan SmartPhones) belum menunjukkan sebuah titik pemberhentian seperti pengalaman kita dalam menggunakan sebuah PC, notebook atau laptop dalam menyelesaikan pekerjaan kita sehari-hari.[Q]
Monday, March 31, 2003
Technology Life Cycle
Sebuah produk teknologi terkadang memiliki "life cycle" yang lebih pendek, produk yang sebelumnya dianggap canggih dan eksklusif menjadi begitu basi karena munculnya produk dan teknologi yang lebih baru, dan itu hanya berjalan rata-rata kurang dari satu semester, lihat saja yang terjadi pada komputer PC, Ponsel dan PDA, semuanya berjalan begitu cepat, bahkan ketika kita baru keluar dari sebuah toko setelah membeli produk baru ada produk lain dengan teknologi yang lebih baru muncul dipasaran.
Namun celakanya terkadang perkembangan hardware atau device baru selalu lebih cepat dari perkembangan infrastruktur yang ada sehingga penggunaan dari produk itu menjadi tidak optimal. Kita lihat saja perkembangan ponsel saat ini, sudah sejak lama para produsen ponsel membuat perangkat yang dapat mengakses data dengan sebuah ponsel seperti WAP, mengakses internet, MMS, EMS, Bluetooth, GPRS, EDGE, WCDMA namun dalam kenyataanya baru negara Jepang-lah yang meng-implementasikan teknologi ponsel 3G ini. Dan baru-baru ini beberapa operator ponsel di Indonesia menyediakan fasilitas GPRS dan MMS namun itupun hanya dibeberapa kota besar saja.
Lihat juga perkembangan PDA atau PocketPC saat ini, fasilitas yang terdapat dalam sebuah komputer genggam yang berukuran tidak lebih dari telapak tangan orang dewasa, begitu sangat menggoda, fasilitas Wi-Fi dan GPRS yang memungkinkan kita dapat mengakses data layaknya sebuah desktop PC dapat memenuhi kehausan mereka yang memiliki mobilitas tinggi, namun itu tadi, infrastruktur di negara kita tidaklah sama dengan infrastrukutur yang terdapat di negara tetangga seperti Singapura, Korea dan Malaysia misalnya. Jangankan teknologi wireless, kwalitas koneksi Internet yang sudah lama ada dinegara kita saja masih belum mampu menyaingi kwalitas koneksi yang ada dinegara-negara tetangga.
Lebih celaka lagi masyarakat kita terkadang terlalu konsumtif, sehingga ketika ada produk baru yang muncul mereka langsung membeli tanpa melihat kebutuhan sesungguhnya dan tidak dapat mengoptimalkan fasilitasnya. Apakah kita benar-benar memerlukan ponsel layar warna hanya untuk ngobrol atau kirim SMS?, apakah kita benar-benar memerlukan PDA atau PocketPC ber-Wi-Fi dan ber-GPRS hanya sekedar mengatur jadwal kegiatan atau menyimpan nomor telepon saja?, Sungguh suatu penghamburan bagi mereka yang memiliki teknologi baru yang mahal namun tidak dapat menggunakannya secara optimal.[Q]
NB : Jika memang Infrastrukturnya sudah tersedia secara merata, lebih tepat kiranya jika ponsel berkamera atau PDA berkamera digunakan untuk Polisi atau Wartawan yang bisa mengirimkan gambar dan berita secara langsung dari tempat kejadian dengan menggunakan fasilitas MMS dan EMS lewat jalur GPRS.
Namun celakanya terkadang perkembangan hardware atau device baru selalu lebih cepat dari perkembangan infrastruktur yang ada sehingga penggunaan dari produk itu menjadi tidak optimal. Kita lihat saja perkembangan ponsel saat ini, sudah sejak lama para produsen ponsel membuat perangkat yang dapat mengakses data dengan sebuah ponsel seperti WAP, mengakses internet, MMS, EMS, Bluetooth, GPRS, EDGE, WCDMA namun dalam kenyataanya baru negara Jepang-lah yang meng-implementasikan teknologi ponsel 3G ini. Dan baru-baru ini beberapa operator ponsel di Indonesia menyediakan fasilitas GPRS dan MMS namun itupun hanya dibeberapa kota besar saja.
Lihat juga perkembangan PDA atau PocketPC saat ini, fasilitas yang terdapat dalam sebuah komputer genggam yang berukuran tidak lebih dari telapak tangan orang dewasa, begitu sangat menggoda, fasilitas Wi-Fi dan GPRS yang memungkinkan kita dapat mengakses data layaknya sebuah desktop PC dapat memenuhi kehausan mereka yang memiliki mobilitas tinggi, namun itu tadi, infrastruktur di negara kita tidaklah sama dengan infrastrukutur yang terdapat di negara tetangga seperti Singapura, Korea dan Malaysia misalnya. Jangankan teknologi wireless, kwalitas koneksi Internet yang sudah lama ada dinegara kita saja masih belum mampu menyaingi kwalitas koneksi yang ada dinegara-negara tetangga.
Lebih celaka lagi masyarakat kita terkadang terlalu konsumtif, sehingga ketika ada produk baru yang muncul mereka langsung membeli tanpa melihat kebutuhan sesungguhnya dan tidak dapat mengoptimalkan fasilitasnya. Apakah kita benar-benar memerlukan ponsel layar warna hanya untuk ngobrol atau kirim SMS?, apakah kita benar-benar memerlukan PDA atau PocketPC ber-Wi-Fi dan ber-GPRS hanya sekedar mengatur jadwal kegiatan atau menyimpan nomor telepon saja?, Sungguh suatu penghamburan bagi mereka yang memiliki teknologi baru yang mahal namun tidak dapat menggunakannya secara optimal.[Q]
NB : Jika memang Infrastrukturnya sudah tersedia secara merata, lebih tepat kiranya jika ponsel berkamera atau PDA berkamera digunakan untuk Polisi atau Wartawan yang bisa mengirimkan gambar dan berita secara langsung dari tempat kejadian dengan menggunakan fasilitas MMS dan EMS lewat jalur GPRS.
Subscribe to:
Posts (Atom)